Strategi"CALEG" Mendulang Suara dari Biasa Hingga Inovatif

Iklan Semua Halaman


.

Strategi"CALEG" Mendulang Suara dari Biasa Hingga Inovatif

Juwaini
Selasa, 02 Agustus 2022

Oleh: Sambar

ACEH | Sosok seorang kandidat sejatinya tidak melulu dapat menjadi jaminan dalam memenangkan seorang caleg. Pemilu 2024 mendatang menunggu waktu lebih kurang satu setengah tahun lagi, namun para caleg sudah mulai gencar melakukan kampanye seresehan dari satu desa ke satu desa dengan harapan dapat mendulang suara sebanyak mungkin. Berbagai strategi pun dilakukan, dari mulai strategi konvensional seperti janji-janji, hingga cara unik. 

Adakalanya", Strategi dilakukan dengan berbagai program yang menjadi harapan masyarakat, terutama menyangkut Kesejahteran hidup, pendidikan anak, bantuan sosial bahkan ada yang meberikan harapan pembinaan Usaha Kecil Menengah (UKM). jika dia terpilih menjadi anggota parlemen kelak.

"Banyak trategi digunakan para Caleg, dengan program-program tersebut cara para caleg melihat dari karakteristik wilayah calon konstituen nya," 

Ada juga yang menerapkan orasi politik dengan cara selalu mendatangi masyarakat dengan memberikan segelas kopi panas. 
Tapi sebenarnya lebih baik melakukan pendekatan melalui berbagai program pelatihan dan edukasi politik. "Memberi edukasi kepada masyarakat, menyadarkan mereka bahwa jika kita tidak beriming-iming”. 

Cara yang lebih dekat adalah "Datangi mereka dari hati ke hati, walupun nantinya belum tentu memilih kita. Karena budaya kita sudah rusak, ya, jadi kita harus ekstra keras. Membikin mereka yakin, datangin saja head to head sesering mungkin. Tidak banyak menyampaikan visi misi, karena mereka mau yang kongkret, lebih kepada program sih," .

Strategi Inovatif
Selain cara konvensional atau yang lazim dilakukan para caleg, ada juga caleg yang melakukan cara unik yang cukup inovatif. Seperti yang dilakukan beberapa calek kawakan. 
Mereka memberikan pengetahuan tentang pendidikan politik ini dilakukan melalui kaos. Kaos para caleg umumnya menampilkan gambar foto calegnya, namun caleg kawakan tidak. Ia hanya menyampaikan jargon-jargon politiknya di atas kaos yang dibagikan kepada calon konstituennya.

Dengan cara seperti ini caleg nggak punya daya paksa kepada mereka. Jadi caleg kawakan cuma menyebarkan ide-ide, biar memberikan pemahaman politik pada mereka, dan menyadarkan mereka.

Hal serupa juga dilakukan caleg kawakan dari Partai Amanat Nasional (PAN) Muhammad Rodli Kaelani. Jauh hari sebelum mencalonkan diri sebagai caleg, ia sudah melakukan pendekatan di dapilnya. Ia melakukan pengabdian kepada masyarakat hampir lebih dari setahun, sehingga ia dan masyarakat sudah saling mengenali.

"Aku pertama awal nyaleg mencoba mengenali sikon, saya sadar di Dapil saya sosio politik, basisnya nahdliyin dan PKB. Itu berat sekali. Sehingga saya berusaha membaur dengan mereka. Lalu saya tinggal setahun di sana. Padahal saya aslinya tinggal di Jakarta. Hampir full time, sehingga saya dianggap teman, visi misi, seiring berjalannya waktu baru saya lakukan sosialisasi sebagai caleg," ujar Kaelani.

Bahkan Kaelani melakukan kontrak politik. Ia sudah melakukan kesepakatan hitam di atas putih dengan masyarakat di dapilnya, seandainya terpilih nanti akan menyerahkan sebagian gaji di parlemen kelak. "Bulan ini saya setor sekian, bulan ini sekian. Terus nanti ini digunakan untuk anggaran apa saja, itu semua sudah jelas rinciannya."

"Tak sekadar janji, kalau saya bisa bantu, saya bantu. Misalnya benerin jalan gotong-royong, saya ikut turun. Ada masalah belum ada jalan keluarnya saya bantu. Misalnya ketika ada jaringan listirk belum masuk, saya coba bantu menghubungkan dengan PLN. Akhirnya berhasil. Ketiga melakukan pendekatan materi, program yang sangat relevan. Isu pertanian dan infrastruktur dan fasilitas umum misalnya, di sana sangat utama," pungkas Wasekjen PAN itu. 

Kesimpulan yang dapat kita pahami adalah. Sosok seorang kandidat tak melulu dapat menjadi jaminan dalam memenangkan pemilu. Ferdi Akbiyik dan Ahmet Husrev Eroglu dalam tulisannya bertajuk “The Impact of Local Political Applications on Voter Choices” memaparkan bagaimana berbagai faktor dapat mempengaruhi dukungan warga. 

Ferdi Akbiyik dan Ahmet Husrev Eroglu menggunakan konsep political marketing. Konsep ini bertujuan untuk memengaruhi pemilih dengan menggunakan beberapa produk marketing yakni kredibilitas kandidat, program kerja kandidat serta partai politik. 

Populer saja tak cukup untuk memperoleh suara atau menang. Program kampanye yang mengikuti isu terkini adalah komponen kedua yang harus diperhatikan kandidat. Program yang dijanjikan saat kampanye merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi preferensi pemilih dalam periode pemilihan. Partai politik pengusung dan calon tidak hanya memperhatikan program mereka sendiri. 

Mereka harus menganalisis program dari pihak lawan, menemukan titik lemahnya, melakukan langkah menyerang. Program kampanye pun harus menjawab permasalahan yang tengah dihadapi negara. Hal ini pernah dilakukan John F, Kennedy dalam pilpres AS tahun 1960. Kennedy yang berasal dari Partai Demokrat menggunakan isu ekonomi yang lesu dan revolusi komunis di Kuba saat melawan wakil presiden Richard Nixon dari Partai Republik. 

Dua isu itu menjadi kritik warga di era kepemimpinan Nixon. Bagi Kennedy, Amerika sudah berada di belakang Uni Soviet sehingga diperlukan serangkaian program demi kemajuan negara termasuk menekan pengangguran dan mempercepat laju ekonomi termasuk menghalangi penempatan nuklir di Kuba yang dapat memicu perang. 

Awalnya Kennedy hanyalah seorang senator yang tidak terkenal dari Massachusetts, masih muda, dan beragama Katolik. Dalam pilpres itu, Nixon yang dijagokan akan menang, hingga debat calon presiden yang disiarkan di TV mengubah segalanya. Meskipun Nixon menunjukkan penguasaan isu, Kennedy, dengan sikapnya yang santai dan percaya diri mampu memaparkan berbagai program dengan baik termasuk menjawab pertanyaan lawan. 

Time dalam laporannya “How the Nixon-Kennedy Debate Changed the World” mengungkapkan tanpa debat televisi pertama di negara itu, Kennedy tidak akan pernah menjadi presiden. Berkat debat TV semua program dan strategi Kennedy dapat disampaikan dengan jelas dan diketahui oleh warga Amerika. Kennedy berhasil mengantongi 303 suara, sementara Nixon hanya 219 suara. Debat Tv itu juga mempengaruhi cara kampanye politik negara di dunia. Selamat memahami. (Sambar)