Firman Wijaya: Pupus Harapan, 'Justice Collaborator' Tidak Terintegritas

Iklan Semua Halaman


.

Firman Wijaya: Pupus Harapan, 'Justice Collaborator' Tidak Terintegritas

Redaksi @ reaksinews.id
Senin, 23 Januari 2023
Foto: Ketua Umum PERADIN, DR. Firman Wijaya, SH, MH (doc)

JAKARTA | Pakar hukum sekaligus Ketua Umum Persatuan Advokat Indonesia (Peradin), DR. Firman Wijaya, SH, MH mengaku terkejut terkait tuntutan yang diberikan jaksa terhadap pelaku justice collaborator, Richard Eliezer dalam kasus pembunuhan Brigadir J.

Hubungan Kejaksaan dan Lembaga Peduli Saksi dan Korban (LPSK) terkait beban hukum yang diterima Richard Eliezer selaku pembuka fakta, sesal Firman,

"Terus terang Saya menyesalkan konflik kelembagaan antara Kejaksaan dengan LPSK. Itu menunjukkan tidak ada koordinasi yang jelas,” kata Firman dalam sesi wawancara di Kompas TV, Jumat (20/1).

Foto: Firman dalam sesi wawancara di Kompas TV, Jumat (20/1).

Keputusan kejaksaan yang tidak memberikan rasa keadilan terhadap pengaju justice collaborator, ia mengatakan hal itu membawa kerugian dalam penegakan hukum di Indonesia, sebagai akibatnya,

Dimana hal tersebut membuat "Justice Collaborator" menjadi posisi yang tidak menguntungkan dalam sistem penegakan hukum di Indonesia," beber Firman

Dikatakan Firman, Political justice collaborator itu harapannya adalah sang pembuka fakta yang merupakan bagian dalam (inner circle) dari sebuah peristiwa kejahatan yang sulit diungkap 

Dan membutuhkan kejujuran seseorang untuk berani menyampaikan secara terbuka apa yang telah terjadi dapat memudahkan sebuah pengungkapan kasus.

Sayangnya, harapan itu terasa pupus setelah menyaksikan keputusan kejaksaan yang sama sekali tidak mengindahkan posisi penting justice collaborator,

"Memang apa yang disampaikan Jaksa Agung Muda pidana umum, bahwa LPSK intervensi sungguh mengejutkan dan menunjukkan bahwa tidak ada sistem peradilan yang terintegrasi, ujar Ketua Umum Peradin.

Sebelumnya, Jaksa Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah memberikan tuntutan kepada 5 tersangka pembunuhan berancana Yosua Hutabarat.

Ferdy Sambo dituntut hukuman seumur hidup. Putri Candrawathi, Kuat Maruf, dan Ricky Rizal dituntut 8 tahun penjara. Kemudian Richard Eliezer dituntut 12 tahun penjara.(Red)