JAKARTA | Jaksa Agung ST Burhanuddin menyampaikan, pekerjaan seorang Jaksa adalah bentuk pengabdian yang kelak akan terukir dalam perjalanan karir dan menjadi suatu kebanggaan.
Dalam hal pekerjaan, segala bentuk kerja keras, kerja cerdas, dan kerja ikhlas bila tidak diimbangi dengan kondisi saat ini, maka harapan (goals) dari pekerjaan tersebut sulit untuk dicapai,
"Sejarah yang anda bangun saat ini, tanpa disadari telah terekam dalam jejak digital saudara masing-masing. Berhasil atau tidaknya dalam berkarir, sangat bergantung pada rekam jejak yang telah diukirkan untuk institusi. Jadi semua melalui proses, tidak ada yang instan untuk menjadi seorang pejabat di Kejaksaan, tegasnya di Jakarta, Minggu (5/2).
Birokrasi memerlukan kedisiplinan dalam mengeksekusi seluruh program dan kebijakan untuk memperoleh keberhasilan. Disiplin dalam bahasa sederhana adalah "Taat Asas" guna membangun etos kerja yang baik, hingga meningkatkan produktivitas dalam bekerja di samping meningkatkan citra yang baik terhadap institusi.
“Dalam praktiknya, disiplin tidak hanya terkait dengan masalah waktu kerja, akan tetapi bagaimana setiap insan Adhyaksa mampu mengimplementasikan dan mewujudkan setiap program
"Serta imbauan dari kebijakan pimpinan dalam kesehariannya, baik itu melalui perilaku, pola pikir, tutur kata yang beretika serta bermartabat, sehingga sosok Jaksa tidak ada sekat dengan masyarakat, urai Jaksa Agung.
Dikatakan Jaksa Agung," Kedisiplinan yang sesuai dengan konsep Taat Asas, akan menghasilkan profesionalisme dalam bekerja.
" Untuk mewujudkan hal tersebut, harus didukung dengan sikap sederhana yang akan membuat kehidupan lebih tenang dan bahagia dalam menjalani pekerjaan," sebutnya.
Sebagaimana Instruksi Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2020, tentang Penerapan Pola Hidup Sederhana yang mengatur beberapa hal diantaranya, menghindari gaya hidup konsumtif dengan tidak membeli/memakai/memamerkan barang-barang mewah,
"Menghindari timbulnya kesenjangan dan kecemburuan sosial di media sosial, menyesuaikan dan menyelaraskan setiap perilaku berdasarkan norma hukum dan adat istiadat masyarakat setempat, menolak untuk menerima hadiah/keuntungan, serta menghindari tempat tertentu yang dapat merendahkan martabat/mencemarkan kehormatan institusi.
Maksud dan tujuan dari instruksi tersebut, yakni untuk pengendalian dan introspeksi bagi insan Adhyaksa agar tidak melakukan penyalahgunaan kewenangan, terlebih lagi perbuatan melawan hukum yang dapat merugikan masyarakat.
Sikap sederhana insan Adhyaksa dengan sendirinya akan membangun integritas sebagai seorang penegakan hukum. Kesederhanaan mengajarkan untuk selalu hidup bersyukur atas kenikmatan yang diperoleh setiap harinya.
Sederhana adalah sikap yang mampu mencegah dari perilaku boros, tamak, dan rakus. Dikarenakan perilaku sederhana adalah kunci pengendalian diri untuk membangun integritas institusi.
"Kesederhanaan secara etimologi diartikan sebagai kebiasaan seseorang untuk berperilaku sesuai kebutuhan dan kemampuannya, serta dapat pula diartikan tidak berlebihan atau mengandung unsur kemewahan.
Sehingga dari 2 (dua) kata kunci tersebut yakni Disiplin akan melahirkan sikap profesionalisme dan sejatinya Kesederhanaan akan membangun integritas.
Keduanya harus berjalan secara bersamaan dalam mengembangkan dan membangun sumber daya manusia Kejaksaan untuk menjadikan penegakan hukum humanis sesuai dengan kebutuhan masyarakat kini dan masa mendatang, ST Burhanuddin menuturkan.(Red)