Foto: Embung Tgk di Paya, Dusun Reusep, Gampong Blang Poroh, Kecamatan Jeunieb, Kabupaten Bireuen, Aceh (27/7)
ACEH,BIREUEN,REAKSINEWS.ID | Harapan ribuan petani di Gampong Blang Poroh, Kecamatan Jeunieb, Kabupaten Bireuen, Provinsi Aceh, kian menipis. Dua embung vital yang selama ini menjadi sumber air utama bagi lahan tadah hujan mereka telah enam tahun dibiarkan terbengkalai. Kini, kedua embung itu nyaris tak berfungsi, tertutup semak belukar dan lumpur tebal, membuat para petani harus menelan kenyataan pahit: gagal panen berkali-kali.
“Sejak enam tahun lalu, dua embung ini tidak lagi mendapat perhatian dari pemerintah. Akibatnya, sebagian besar petani di sini gagal panen, bahkan untuk satu kali tanam setahun pun belum tentu bisa panen,” ujar H.A. Muthalib, mantan Keuchik Blang Poroh, kepada Reaksinews.id, Minggu (28/7/2025).
Foto: Embung Alue Lhok, Dusun Reusep, Gampong Blang Poroh, Kecamatan Jeunieb, Kabupaten Bireuen, Aceh (27/7)
Muthalib menjelaskan, embung tersebut selama ini menjadi tumpuan hidup masyarakat petani yang menggantungkan hasil sawah mereka pada sistem tadah hujan. Namun kondisi kedua embung—Embung Tgk Di Paya dan Embung Alue Lhok—kini sangat memprihatinkan.
Embung Vital yang Terlupakan
-
Embung Tgk Di Paya memiliki luas 40 x 40 meter dan sebelumnya mengairi sekitar 15 hektar sawah. Kini, areal embung ini tertutup rapat oleh semak dan endapan lumpur kiriman dari musim hujan tahunan.
-
Embung Alue Lhok dengan luas 50 x 30 meter, yang menopang irigasi bagi 10 hektar lahan pertanian, juga mengalami kondisi serupa. Lumpur dan pendangkalan membuatnya tak mampu lagi menyimpan air dalam jumlah memadai.
Foto: Irigasi Batee Cut Lem, DAS Krueng Jeunieb, WS Pasee-Prusangan, Bireuen, Aceh (27/7)
“Kondisinya sangat memprihatinkan, terkesan diabaikan. Ini bukan hanya soal infrastruktur, tapi soal keberlangsungan hidup petani,” tambah Muthalib.
Kedua embung tersebut berada tak jauh dari kawasan strategis Daerah Irigasi (DI) Batee Cut Lem yang termasuk dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Jeunieb serta Wilayah Sungai (WS) Pasee-Peusangan. Namun, meski berada di kawasan penting, tidak ada langkah konkret dari pemerintah selama bertahun-tahun.
Petani Menjerit," Kondisi ini tidak hanya berdampak pada embung. Muthalib mengungkapkan bahwa saluran irigasi Batee Cut Lem juga kering kerontang. Tanpa normalisasi dan perhatian teknis dari dinas terkait, fungsinya nyaris lumpuh.
“Hari ini hanya rembesan air yang muncul di sela bebatuan, dengan permukaan sungai yang ditutupi lumpur. Irigasi ini sangat penting, menyangkut ribuan hektar lahan sawah petani,” ujarnya.
Menurutnya, embung-embung tersebut perlu dilakukan pengerukan dan pembenahan menyeluruh, termasuk penebingan (learning) setinggi minimal empat meter mengelilingi embung, agar daya tampung air meningkat dan ekosistem air bisa dipulihkan.
Swasembada," Desakan masyarakat petani pun mengarah pada Pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten Bireuen, DPRA, DPRK Bireuen, serta Dinas terkait agar segera mengambil langkah nyata.
“Jangan biarkan jeritan petani ini tak terdengar. Ini juga bagian dari cita-cita Presiden Prabowo Subianto untuk mewujudkan swasembada pangan nasional. Tapi jika infrastruktur dasar seperti embung dan irigasi dibiarkan rusak, bagaimana bisa kita bicara ketahanan pangan?” tegas Muthalib.
Ia menambahkan, dulunya para petani di Blang Poroh rutin menggarap dua kali tanam setiap tahun. Namun kini, satu kali tanam pun tidak menjamin panen, karena tanaman padi seringkali mati saat mulai berbuah akibat kekeringan.
Catatan." Fenomena terbengkalainya embung dan irigasi seperti yang terjadi di Jeunieb menjadi cerminan masalah sistemik dalam pengelolaan sumber daya air untuk pertanian. Di tengah wacana besar tentang kedaulatan pangan dan pengurangan impor beras, realitas di lapangan menunjukkan betapa lemahnya intervensi pemerintah terhadap infrastruktur pertanian dasar.
Jika kondisi ini dibiarkan, bukan hanya panen yang gagal, tapi juga masa depan petani yang ikut musnah.(**)