LANGSA I Beredar isu bahwa jasad korban Muhammad Jufri, warga Gampong Blang, Kecamatan Langsa Kota, Kota Langsa, dalam kasus pencurian bebek tidak dilakukan jahit pada luka robek di bagian dadanya oleh pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Langsa, hal tersebut tidak benar adanya karena pihak keluarga tak memberikan izin.
"Bagaimana kita lakukan jahit pada luka robek pada jasad korban karena pihak korban tidak memberikan izin," kata Wakil Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Langsa, dr Indriani Eka Putri, didampingi Kuasa Hukum/Consultans Hukum, Zulfahriza SH, Kamis (9/05/2022).
Menurut, dr Indri, dimana pada hari Sabtu (14/5) sekira pukul 02.00 Wib pihak Iden Polres menghubungi pihak forensik terkait penemuan jenazah di Gampong Alue Dua, dikarenakan pihak ambulance Puskesmas belum datang ambulance forensik RSUD Langsa membantu untuk menjemput jenazah ke TKP, dan membawa ke intalasi forensik dan medikolegal RS.
Lalu, atas permintaan pihak kepolisian untuk di lakukan pemeriksaan terhadap korban dimana pemeriksaan dilakukan sekira pukul 3.30 wib.
"Staf Forensik sudah memberi penjelasan untuk dilakukan penjahitan luka tetapi pihak keluarga menolak, sehingga pihak forensik RSUD Langsa tidak boleh memaksa untuk melakukan tindakan tersebut," jelas dr Indri.
Sambungnya lagi, terkait pembiayaan pihak geuchik memberi penjelasan terhadap dokter forensik kalau korban keluarga tidak mampu dan terhadap korban tidak dilakukan pembayaran (gratis).
"Hasil visum di bayar oleh pihak penyidik Satuan Reserse Kriminal Polres Langsa," paparnya.
Lanjutnya, mendapat laporan adanya pengutipan uang saat proses pelayanan di unit forensik, pihaknya langsung melakukan pengecekan ke TKP terhadap petugas dan dokter di instalasi forensik. Namun dalam pengecekan tidak di temukan adanya pungli atau pengutipan pembayaran yang tidak sesuai.
Pun demikian, bila memang masyarakat menemukan adanya oknum petugas yang mengedepankan uang atau melakukan pengutipan liar (pungli) terhadap pelayanan untuk jangan segan-segan menghubungi pihak manajemen agar dapat ditindak lanjuti dan diberikan sanksi tegas.
"Pelayanan yang utama adalah harga mati bagi pihak RSUD," ucap dr Indri.
Sementara itu Kuasa Hukum/Consultans Hukum, Zulfahriza SH, menambahkan bahwa menyayangkan adanya beredar foto jasad korban melalui media, hal tersebut sudah melanggar UU praktek kedokteran No. 29 tahun 2004 pasal 48 dan 51 Jo UU telekomunikasi No. 36 tahun 1999 pasal 40.
"Tidak dibenarkan mengambil gambar, foto, video diarea pelayanan Rumah Sakit demi kenyamanan pasien dan RS, terkecuali foto tersebut didapat diluar areal RS, namun foto yang beredar tepat di sal RS dan ini melanggar ketentuan," terang Zulfahriza atau yang akrab disapa Farid. (Wira)