
Foto: Saiful Amri, Ketua Gerakan Masyarakat Peduli Perlindungan Anak, Korwil Aceh (1/8)
BANDA ACEH,REAKSINEWS.ID | Ketua Gerakan Masyarakat Peduli Perlindungan Anak (Germas PPA) Korwil Aceh, Saiful Amri, mendesak pihak Pesantren Terpadu Al Muslim, Matang Geulumpang Dua, Kabupaten Bireuen, bersikap transparan dalam kasus dugaan penganiayaan terhadap santri berinisial FA (14). Ia menegaskan pesantren tidak boleh melindungi pelaku yang disebut-sebut dilakukan tiga santri senior.
“Pesantren wajib membuka pintu selebar-lebarnya untuk polisi melakukan pemeriksaan. Jangan lindungi pelaku. Mereka harus dihukum setimpal,” ujar Saiful, Senin (1/9/2025).
Saiful menyesalkan kekerasan terjadi di lingkungan pendidikan yang seharusnya menjadi tempat aman bagi anak. Menurutnya, pesantren memiliki tanggung jawab penuh melindungi para santri.
“Apalagi di pesantren, korban tidak bisa keluar seenaknya. Dia 24 jam berada di asrama. Jadi ini sepenuhnya tanggung jawab pesantren agar tidak terjadi perundungan,” tegasnya.
Saiful menduga aksi penganiayaan ini tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan berawal dari praktik bullying yang dibiarkan. Ia mempertanyakan pengawasan pihak pesantren.
“Biasanya kasus begini berawal dari perundungan yang terus berulang hingga akhirnya berujung kekerasan. Masa korban tidak pernah mengeluh? Atau para pengajar tidak melihat tanda-tanda itu?” tukasnya.
Ia mendesak pesantren bersikap kooperatif dan tidak menutupi fakta. “Saya minta pihak pesantren transparan, bantu polisi, dan jangan ada yang disembunyikan,” ujarnya.
Sebelumnya, FA, santri asal Kampung Pepanyungen Angkup, Kecamatan Silih Nara, Aceh Tengah, diduga menjadi korban penganiayaan oleh tiga senior di lingkungan pesantren tersebut. Peristiwa itu terjadi pada malam hingga pagi hari, menyebabkan korban lebam di pipi dan sempat pingsan.
Orang tua korban, Muhammad Ikhwan, mengungkapkan anaknya dibawa pulang pada 26 Agustus 2025, sehari setelah kejadian. Namun, hingga empat hari pascakejadian, pihak pesantren maupun wali pelaku belum menunjukkan itikad baik.
“Waktu saya jemput anak saya, pihak pesantren hanya memberikan uang berobat Rp400 ribu. Setelah itu, tidak ada komunikasi atau perhatian,” kata Ikhwan, Sabtu (30/8/2025).
Kasus ini kini dalam penyelidikan aparat kepolisian. Germas PPA mendesak proses hukum berjalan transparan demi keadilan bagi korban.(**)
0 Komentar