Belajar Perdamaian dari Aceh: Prodi MDRK USK Gelar Kuliah Pakar Internasional

Foto: Pemateri bersama peserta kuliah pakar internasional di MERK USK Banda Aceh (18/8) 

BANDA ACEH,REAKSINEWS.ID | 
Program Studi Magister Damai dan Resolusi Konflik (MDRK) Sekolah Pascasarjana Universitas Syiah Kuala (USK) menggelar kuliah pakar internasional bertajuk “Pathways to Peace: Dialogue, Justice, and the Politics of Reconciliation”, Senin (18/8/2025). Kuliah perdana ini mendapat sambutan hangat dari mahasiswa baru serta peserta dari berbagai institusi mitra.

Hadir sebagai narasumber dua tokoh penting dalam studi perdamaian. Prof Jacques Bertrand, pengajar dari University of Toronto, Kanada, memaparkan hasil risetnya bertema “Autonomy, Accommodation and Conflict Resolution: Twenty Years of Peace in Aceh and Its Lessons for Asymmetrical Governance in Southeast Asia”. Sementara Munawarliza Zainal, salah satu juru runding dalam perjanjian damai MoU Helsinki, menyampaikan materi tentang “Aceh Conflict and Peace”.

Koordinator Prodi MDRK, Dr Masrizal, S.Sos.I., M.A, menyebut kuliah pakar ini menjadi momentum penting bagi mahasiswa baru. “Sehari sebelumnya, mahasiswa juga berkesempatan mengikuti Konferensi Internasional ICAIOS X di Banda Aceh yang menghadirkan pakar dari Universiti Sains Malaysia serta dosen-dosen MDRK. Ini menjadi pengalaman awal yang berharga untuk membuka cakrawala akademik mereka,” ujarnya.

Direktur Sekolah Pascasarjana USK, Prof Dr Hizir Sofyan, menegaskan bahwa kegiatan bertaraf internasional ini akan memperkuat posisi MDRK sebagai pusat kajian resolusi konflik di Aceh. “Aceh memiliki dua laboratorium besar: konflik dan kebencanaan. Prodi MDRK harus mampu mengembangkan keduanya menjadi keunggulan akademik sekaligus kontribusi nyata bagi masyarakat,” kata Hizir.

Dalam kuliah yang dimoderatori Prof Dr Cut Dewi itu, Prof Bertrand menekankan pentingnya mempelajari konflik Aceh dalam perspektif regional. Ia menyoroti pengalaman perdamaian Aceh sebagai model tata kelola asimetris di Asia Tenggara, seraya membandingkannya dengan konflik di Papua, Filipina Selatan, dan Myanmar.

Munawarliza, pada gilirannya, berbagi pengalaman sebagai juru runding dalam proses damai yang dimediasi Henry Dunant Centre (HDC) hingga akhirnya ditangani Crisis Management Initiative (CMI) pimpinan Martti Ahtisaari. Ia menegaskan, pengetahuan tentang perdamaian dan resolusi konflik sangat krusial bagi generasi muda Aceh. 

“Kemampuan bernegosiasi, baik di tingkat lokal, nasional, maupun internasional, adalah modal penting untuk memperkuat sumber daya manusia di Aceh,” katanya.

Kuliah pakar ini turut dihadiri perwakilan lembaga mitra, antara lain Dinas Pertanahan Aceh, Kemenkumham Aceh, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh, Badan Reintegrasi Aceh (BRA), Dinas Sosial, Kesbangpol, serta akademisi dari UIN Ar-Raniry dan sejumlah LSM.

Kehadiran para pakar, praktisi, dan lembaga mitra tersebut kian menegaskan posisi MDRK USK sebagai ruang strategis untuk membangun jejaring dan memperkuat kapasitas akademik di bidang perdamaian serta resolusi konflik.(**) 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak