Foto: Aktivitas Pengemis menggendong Balita di Trafik light Simpang Empat pusat kota Kabupaten Bireuen (doc) |
BIREUEN,REAKSINEWS.ID | Di balik lalu lintas padat Simpang Empat pusat Kota Bireuen, terselip pemandangan yang saban hari memancing rasa iba sekaligus amarah. Pengemis, sebagian menggendong balita, berdiri di setiap sudut lampu merah.
Mereka bergerak cepat saat lampu kendaraan berganti merah, menadahkan tangan, dan tak jarang memaksa. Ada yang menyebut ini sekadar cara bertahan hidup, tapi tak sedikit yang curiga: praktik ini terkoordinasi dan sengaja memanfaatkan anak sebagai alat mencari uang.
Fenomena pengemis yang menguasai Simpang Empat pusat Kota Bireuen kian marak dan meresahkan. Acap kali diantara pengemis yang membawa balita dengan memanfaatkan lampu lalu lintas sebagai lokasi mengais rupiah. Modus ini dinilai memanfaatkan rasa iba pengendara.
![]() |
Foto: Aktivitas Pengemis di Trafik light Simpang Empat Pusat kota kabupaten Bireuen (14/8) |
AR, seorang pengusaha lokal, mengaku sering menyaksikan aksi pengemis di empat penjuru simpang. “Ada yang marah jika tidak diberi uang. Bahkan pernah kendaraan jadi sasaran pelemparan,” ujarnya, Kamis (14/8/2025).
Tokoh agama Tgk ZK menyebut keberadaan pengemis di Bireuen bukan hal baru. Ia menilai bersedekah adalah amal mulia, namun tidak seharusnya dilakukan dengan modus Iba dan manipulatif. “Mengemis boleh saja jika memang benar-benar sesuai kondisi kehidupan dan berkelayakan, bukan dengan menipu atau menjadikan anak sebagai alat meraih simpati,” katanya.
Senada, tokoh masyarakat H AB menduga praktik ini seolah terkoordinasi. “Ada pengemis yang sama, tertangkap dalam operasi berkali-kali, tapi tetap beraktivitas. Balita selalu dijadikan objek,” ungkapnya.
Mereka menilai pemerintah daerah perlu segera bertindak. Regulasi tegas berbasis payung hukum dinilai penting untuk menghentikan praktik ini. “Jangan hanya menonton. Pemerintah punya banyak program untuk rakyat miskin, mulai dari program bantuan, pembinaan,hingga pemberdayaan. Semua harus dimanfaatkan agar fenomena ini tidak menjadi budaya,” tegas H AB.
Fenomena pengemis di simpang strategis ini menjadi sorotan karena menunjukkan dua masalah sekaligus: potret kemiskinan yang belum tertangani tuntas dan praktik eksploitasi anak di ruang publik.(**)