Foto: Direktur OHARDA Jampidum, Nanang Ibrahim Saleh, S.H., M.H (15/7)
BIREUEN,REAKSINEWS.ID | Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen kembali berhasil menyelesaikan perkara tindak pidana melalui mekanisme restorative justice (RJ). Kali ini, kasus penganiayaan di Kecamatan Makmur yang melibatkan tersangka berinisial DF diselesaikan secara damai, setelah permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Kejaksaan Agung RI.
Proses ekspose perkara dilakukan secara virtual dari Kantor Kejari Bireuen dan dihadiri oleh Direktur OHARDA, Nanang Ibrahim Saleh, S.H., M.H., bersama Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh, Yudi Triadi, S.H., M.H. Hadir langsung dalam proses ini, Kepala Kejari Bireuen, Munawal Hadi, S.H., M.H., bersama Kepala Seksi Pidana Umum, Firman Junaidi, S.E., S.H., M.H., dan tim jaksa fasilitator.
Perkara ini bermula pada Senin, 28 April 2025, sekitar pukul 08.00 WIB di sebuah warung kopi di Desa Ulee Glee, Kecamatan Makmur. Korban yang saat itu tengah berjualan mie diserang oleh tersangka DF tanpa alasan yang jelas.
Insiden bermula ketika korban menyapa pelaku dengan kalimat ramah, “Kiban na can” (bagaimana rezeki selama ini?), namun tak lama setelah itu, korban secara tiba-tiba dipukul dari belakang mengenai kepala, pundak, dan perutnya. Merasa tak terima, korban langsung melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Makmur.
Tersangka DF sempat dijerat Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan, yang diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.
Namun setelah dilakukan proses mediasi dan penilaian menyeluruh terhadap aspek kemanusiaan, kesediaan pihak korban untuk berdamai, serta pertimbangan efek jera dan pemulihan sosial, perkara ini dinyatakan layak untuk diselesaikan melalui keadilan restoratif.
Kepala Kejari Bireuen, Munawal Hadi, menyampaikan bahwa penyelesaian perkara melalui jalur RJ merupakan upaya lembaga untuk menyeimbangkan antara penegakan hukum dan kemanfaatan sosial di masyarakat.
“Restorative Justice bukan sekadar penyelesaian perkara tanpa pengadilan, tetapi bentuk pemulihan hubungan sosial antara pelaku, korban, dan masyarakat,” ujar Munawal.
Dengan disetujuinya penghentian penuntutan ini, Kejari Bireuen telah mencatat keberhasilan RJ pada dua perkara sepanjang tahun 2025.(**)