Foto: Pemasangan mesin pompa air di areal persawahan Gampong Cot Tufah, Gandapura, Bireuen, Aceh (10/7)
BIREUEN,REAKSINEWS.ID | Musim kemarau yang melanda Kabupaten Bireuen berdampak signifikan terhadap sektor pertanian. Di Gampong Cot Tufah, Kecamatan Gandapura, para petani mulai kesulitan mengairi lahan sawah akibat minimnya pasokan air. Keuchik Cot Tufah, Asnawi Ismail (52), meminta pemerintah segera melakukan normalisasi aliran sungai Krueng Leubu sebagai solusi jangka panjang untuk mengatasi kekeringan yang terus berulang.
Amatan media, Kamis (10/7/2025), sebuah mesin pompa air tampak beroperasi di salah satu petak sawah milik warga, menarik air dari sumur bor untuk mengairi lahan yang sudah siap tanam. Namun, kondisi tanah yang mengering dan mulai retak-retak menunjukkan bahwa pasokan air masih jauh dari cukup.
“Kami sudah berusaha semaksimal mungkin dengan mengaktifkan pompanisasi bantuan pemerintah serta mengandalkan sumur bor yang dibiayai dana desa. Namun saat musim panas ekstrem seperti sekarang, semua itu tidak cukup. Meski ada sungai Krueng Leubu, airnya juga terbatas dan alirannya kerap terhambat oleh tumpukan sampah atau kerusakan pada dinding sungai,” ujar Asnawi.
Asnawi menambahkan, sekitar 70 hektare sawah di Cot Tufah meliputi tiga dusun yakni Teuku Dileubu, Perdamaian, dan Teuku Dikrueng, seluruhnya kini dalam kondisi kritis akibat kekurangan air. Ia berharap pemerintah kabupaten maupun provinsi dapat segera melakukan pengerukan dan perbaikan alur sungai agar distribusi air bisa kembali lancar.
Hal senada disampaikan oleh anggota Tuha Peut Gampong Cot Tufah, Rusmadi Yusuf (56), yang saat itu tampak mendampingi sekelompok ibu-ibu menanam padi di area sawah yang mengering. Mereka juga tengah menggali sumur bor baru, hasil dari program bantuan Kinerja Desa tahun 2025.
“Meskipun sumur baru sedang digali dan mesin pompa sudah dinyalakan sejak pagi, air yang keluar belum mampu mencukupi kebutuhan satu petak sawah seluas 300 meter. Ini menunjukkan urgensi perbaikan sistem irigasi yang lebih besar,” kata Rusmadi.
Kekhawatiran mendalam juga disampaikan tokoh masyarakat setempat, Masur (55), yang mengatakan bahwa kekeringan telah berlangsung lebih dari tiga minggu. Beberapa petani yang lebih dahulu menanam padi kini mendapati pertumbuhan tanaman mereka tidak optimal karena kekurangan air.
“Kalau hujan tak segera turun, bukan tidak mungkin petani mengalami gagal panen atau puso. Sumur bor memang membantu, tapi tidak semua warga punya akses atau cukup daya listrik untuk menghidupkan mesin terus-menerus,” ucap Masur.
Situasi ini menambah tekanan terhadap para petani yang menggantungkan hidupnya dari hasil sawah. Warga berharap perhatian serius dari pemerintah daerah untuk mengantisipasi dampak musim kering secara menyeluruh, tidak hanya dengan bantuan jangka pendek, tetapi juga solusi infrastruktur yang berkelanjutan seperti normalisasi sungai dan pembangunan irigasi permanen.(AAP)