Rusyidi Mukhtar S.Sos: Mengenang Paduka Teungku Hasan Muhammad di Tiro

Iklan Semua Halaman


.

Rusyidi Mukhtar S.Sos: Mengenang Paduka Teungku Hasan Muhammad di Tiro

Juwaini
Minggu, 05 Juni 2022
Foto: Ketua DPRK Bireuen, Rusyidi Mukhtar, S.Sos

BIREUEN | Dr. Teungku Hasan Muhammad di Tiro merupakan sosok panutan masyarakat Aceh secara khususnya, nasional hingga internasional. Semangat, Ilmu serta berjiwa kepedulian sosial yang sangat tinggi. Perjalanan panjang"Wali Nanggroe Aceh"Penuh liku yang barang kali sulit dan berat bagi orang lain untuk melaluinya,

Menjadi seorang Deklarator Perjuangan Aceh Merdeka bukan suatu hal mudah, namun Almarhum 
Dr. Teungku Hasan Muhammad di Tiro, M.S., M.A.,LL.D., Ph.D berhasil mendeklarasikan GAM (Gerakan Aceh Merdeka) di Gunung Halimon, Pidie pada 4 Desember 1976 silam, papar Rusyidi.

Foto: Paduka Wali Nanggroe Aceh, Alm,Dr. Teungku Hasan Muhammad di Tiro, M.S., M.A.,LL.D., Ph.D

Dari serangkaian pendeklarasian tersebut dalam rangka memerdekakan Aceh dari Indonesia, Sang Wali Nangroe saban waktu keluar masuk belantara pegunungan dan menjadi sosok yang sangat diburu oleh pemerintah tatkala itu,

Melalui berbagai upaya, Paduka Teungku Hasan Muhammad di Tiro berhasil meloloskan diri dan berhijrah keluar negeri. Sehingga menetap di Stockholm Swedia dan melanjutkan cita-citanya dalam memperjuangkan harkat dan martabat bangsa Aceh menuju sebuah negara yang merdeka, kata Ketua DPRK Bireuen.

Lanjut Rusyidi, Teungku Hasan Muhammad di Tiro lahir di Tanjong Bungong, Kecamatan Sakti, Pidie pada 25 September 1925 dan kembali ke Aceh pada Tanggal 11 Oktober 2008 yang sebelumnya telah 30 tahun sudah ideologi Gerakan Aceh Merdeka dikibarkan dari luar negeri, hingga menutup usia (meninggal) pada 3 Juni 2010 dalam usia 84 tahun. 

Seumpama panggilan"Bumi Serambi Mekkah"Setelah 30 tahun menetap di Swedia, sang wali kembali ketanah kelahiran (Aceh) pada tahun 2008 setelah 30 tahun lamanya berada di negeri Swedia. 

Sungguh diluar dugaan, tanggal 2 Juni 2008 merupakan hari terakhir perjalanan hidup"Paduka Yang Mulia"Dr. Teungku Hasan Muhammad di Tiro, M.S., M.A.,LL.D., Ph.D dinyatakan meninggal dunia, setelah 13 hari menjalani perawatan di RSUZA Banda Aceh, Allahummaghfirlahu warhamhu wa'afihi wa'fu'anhu, Alfathihah.

Lanjut Rusyidi, sebagaimana diketahui bersama, Teungku Hasan Muhammad di Tiro kembali mendapat kewarganegaraan Indonesia sehari sebelum menutup mata untuk selamanya. Dimana sebelumnya menjadi warga negara Swedia sejak tahun 1979 silam

Pemerintah Indonesia secara resmi memulihkan statusnya sebagai WNI atas berbagai pertimbangan antara lain, Kemanusiaan, Khusus dan Politik. Selain itu, Nota Kesepahaman Damai antara GAM dan RI (MoU Helsinki) juga menjadi sebuah landasan pertimbangan tersebut,

Dimana surat tersebut disampaikan oleh Menkopolhukam, Djoko Suyanto ketika itu kepada perwakilan mantan petinggi GAM yang diwakili, Malik Mahmud serta sanak dan keluarga besar Teungku Chik di Tiro, di Banda Aceh pada waktu itu, Rusyidi Muktar yang akrab disapa 'Ceulangiek' menuturkan

Ceulangiek mengungkapkan, selain Deklarator GAM, Politisi, Bisnis dan masih banyak lagi, Paduka Teungku Hasan Muhammad di Tiro juga seorang 'Sastrawan' yang telah banyak menghasilkan karya tulis dalam berbagai bentuk tulisan tercermin melalui bahasa yang digunakannya antara lain:

Naskah Drama Epic berjudul “The Drama of Achehness History” ditulis semasa dalam perang gerilya di hutan belantara Aceh medio Juli 1978, ini merupakan sebuah autentik yang membuktikan Hasan Tiro sebagai seorang sastrawan sekaligus sosok sutradara handal.

Sehingga Menteri Pendidikan GAM (Dr Husaini) menjadikannya sebagai kisah sejarah perjuangan rakyat Aceh yang disiarkan melalui bentuk sebuah sandiwara lewat siaran radio ketika itu. Sejumlah prajurit besar hingga petinggi GAM sebagai pemeran, hanya memerlukan waktu seminggu dan drama (sandiwara) sukses direkam dalam bentuk kaset'Tape Recorder' Selanjutnya disiarkan diserata Radio Nasional dan Internasional.

Diantara karya Teungku Hasan Tiro antara lain, The Price of Freedom: The Unfinished Diary of Teungku Hasan di Tiro 

Acheh in World History (Atjeh Bak Mata Donja) diterbitkan New York pada 1968.

One-Hundred Years Anniversary of the Battle of Bandar Acheh (Sireutoih Thon Mideuen Prang Bandar Atjeh), New York, 1973.

The Political Future of the Malay Archipelago (Masa Ukeue Politek Donja Meulaju), New York, 1965.

 The Struggle for Free Acheh (Perdjuangan Atjeh Meurdehka), 1976.

Melalui Buku-buku tersebut  membuka mata dunia tentang kedaulatan negara, oleh karena Aceh tidak pernah menyerah kepada penjajah Belanda. Kesemua karya tersebut dihasilkan semenjak dalam belantara rimba (Grilia) masa silam.

"Walupun merasa diintai oleh pemerintah Indonesia selama berada di Amerika, namun Paduka (Hasan Tiro) sukses membawa dirinya masuk kedalam lingkaran dan jejaring bisnis negara-negara besar di Eropa seperti AS, Eropa, Timur Tengah, Afrika, dan Asia Selatan. 

Keberhasilan tersebut diketahui melalui karya tulis yang diabadikan dalam bukunya The Price of Freedom: The Unfinished Diary of Teungku Hasan di Tiro, Rusyidi meriwayatkan.

Masih Ceulangiek, Teungku Hasan di Tiro lahir pada 25 September 1925 dan pulang menghadap ilahi Rabbi (Allah) 3 Juni 2010 Muhammad dimakamkan di Desa Murue, Indrapuri, Aceh Besar di samping kakek buyutnya, Teungku Chik di Tiro yang merupakan seorang pahlawan nasional.

Keikhlasan"Paduka Wali Nangroe"Menjadi panutan melalui semangat perjuangan yang diwarisinya. Merelakan diri dalam meninggalkan kekayaan, megahnya estafet new York city (AS)  mengorbankan keluarga tercinta", Itu semua dilakukan guna mengembalikan harkat dan martabat bangsa"Aceh" melalui sebuah perjuangan panjang hingga sampai menutup usia, inilah yang sangat perlu dikenal bersama, ungkap sosok matan Kombatan GAM yang kini berjabatan Ketua DPRK Bireuen.
 
Dr. Teungku Hasan Muhammad di Tiro, M.S., M.A.,LL.D., Ph.D mempunyai seorang putra tunggal dari hasil perkawinannya dengan 'Dora' warga negara Amerika Serikat berketurunan Israel yang telah memeluk agama Islam,

Karim Ditiro", sang putra pewaris Empayers Teungku Hasan Muhammad di Tiro, merupakan seorang Akademisi yang membuat kajian dan penelitian sejarah Amerika, dan menetap di New York, Amerika Serikat. Yang bersangkutan tidak pernah muncul ke publik hingga ayahnya menutup usia, walupun masyarakat Aceh sangat menantikan kehadirannya pada masa tersebut, akan tetapi kelahirannya telah diabdikan dalam sebuah naskah istimewa"The Drama of Achehness History" ia meriwayatkan untuk putranya, Ketua DPRK Bireuen menyampaikan. (Red)