FGD: Masyarakat Lingkar Sepakat Tidak Merambah Rawa Paya Nie

Foto: Fokus Group Diskusi di aula BUMDes Bersama, Kecamatan Kuta Blang Bireuen, Rabu (15/5).

BIREUEN|REAKSINEWS.ID - Pemerintah Kecamatan Kuta Blang bekerja sama dengan Aceh Wetland Foundation melaksanakan Fokus Group Diskusi (FGD), di aula BUMDes Bersama, Kecamatan Kuta Blang Bireuen, Rabu (15 Mei 2024).

Bertemakan “Restorasi dan Pengelolaan Sumber Daya Alam Paya Nie melalui pembentukan BUMDesa BERSAMA” bertujuan untuk melestarikan Paya Nie sebagai sumber resapan air sekaligus menjadi sumber peningkatan ekonomi masyarakat. 

Narasumber pada kegiatan tersebut adalah Camat Kuta Blang Salamuddin SPd, Kadis Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kabupaten Bireuen Irwan SP MSi, Direktur Eksekutif AWF Yusmadi, Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Bireuen, Zulfikar. 

Dalam paparannya, Camat Kuta Blang, Salahuddin SPd menyatakan, Fokus Group Diskusi difasilitasi AWF untuk kepentingan masyarakat di wilayah lingkar Paya Nie. 

''Atas nama Pemerintah Kecamatan mengeluarkan surat kepada kepala Desa lingkar Paya Nie agar tidak melakukan perambahan dengan menanam sawit. Karena Paya Nie merupakan kawasan lindung dan sumber resapan air," ujar Camat Salamuddin.

Direktur Eksekutif AWF Yusmadi menyampaikan persoalan dan ancaman serta solusi bagi Paya Nie. “Hal yang paling penting dalam melindungi lahan ini dengan menetapkan tapal batas antara rawa dengan kebun.

“Ini hal yang urgen diselesaikan, karena menjadi potensi konflik antar masyarakat dan konflik masyarakat dengan pemerintah,” kata Yusmadi.

Dalam program restorasi Paya Nie, sambung Yusmadi, AWF menyediakan ribuan bibit tanaman hutan seperti petai, mangga dan durian untuk ditanam di pinggir rawa. 

“Bibit-bibit ini dapat disalurkan secara gratis kepada masyarakat di pinggir Paya Nie,” katanya lagi.

Keuchik Kulu Kuta Tibrani, SH mempertanyakan bagaimana dengan kawasan rawa yang sudah beralih fungsi menjadi sawah atau sayap yang ada di Paya Nie?

AWF menyarankan proses penyelesaikan sengketa lahan bisa diselesaikan lewat penetapan tapal batas rawa dengan kebun atau rawa dengan sawah. “Ini membutuhkan proses yang panjang dengan melibatkan pemerintah,” jawab Yusmadi.

Kadis Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kabupaten Bireuen Irwan SP MSi, dalam presentasinya mengapresiasi AWF yang sudah menfasilitasi permasalah perambahan di Paya Nie. 

"Permasalahan Paya Nie merupakan suatu permasalahan yang serius dan dapat berpotensi menyulut di masyarakat. 

Dalam kesempatan itu, Irwan juga menyebukan, pemerintah berencana membuat tapal batas dilingakaran rawa paya gambut ini lebih bagus, supaya mendapat kepastian hukum jangan sampai terjadi konflik antar warga. 

“Sementara hari ini sudah ada warga yang menanam sawit di dalam rawa, nanti bagaimana kesepakatannya, jika kesepakatannya dibongkar ya harus dibongkar. 

Kita harapkan masyarakat untuk menanam pohon yang bukan sawit karena sawit secara umum satu pohon sawit dapat menghabiskan puluhan liter air dalam sehari. 

Alangkah baiknya ditanam pohon yang dapat melindungi kawasan rawa paya nie atau pohon yang dapat menyimpan air ketika musim hujan dan melepaskannya ketika musim kemarau.” 

Terakhir, Irwan juga mengharapkan agar diskusi ini menjadi sebuah pemikiran bagaimana kondisi paya nie ini bisa direstorasi lagi. Dan kepada pak keuchik kami berharap bisa menyampaikan kepada masyarakat agar tidak lagi menanam sawit di dalam rawa.

Sementara Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Bireuen, Zulfikar menyampaikan, BUMDESMA ini tugasnya lebih kepada membangun dalam kawasan, karena Paya Nie dikelilingi sembilan Desa, maka kami mencoba menawarkan BUMDes Bersama.

Jadi dalam relevansi kawasan ada beberapa hal yang harus diperhatikan pertama untuk mendorong ekonomi yang memiliki nilai tambah bagi masyarakat kawasan.

Kedua, memperkuat posisi tawar dengan pihak lain dan ketiga mencegah kanibalisme antargampong yakni apabila potensi Paya Nie di sembilan desa tidak memakai BUMDes BERSAMA dalam hal pemanfaatan sumber daya alam mereka akan saling mematikan usaha gampong lain. 

“Paya Nie memang ditargetkan dalam tiga tahun ke depan bisa berkembang, khususnya di sektor wisata dan ekonomi kreatif, yang penting kita mulai dulu dari sekarang,” kata Zulfikar. 

Ia mencontohkan, BUMDes Bersama di daerah Bur Telege di Takengon ketika tahun 2012 masih tidak ada apa apa. Sekarang sudah menjadi wisata favorit di Kota Takengon melalui BUMDesa Bersama. 

Selanjutnya Zulfikar juga mengatakan bahwa untuk menjadi Mengelola BUMDes Bersama juga harus diperhatikan terkait fungsi kawasan yakni pertama ada pendalaman yang diharuskan mengkonsolidasi kerjasama gampong, 

Kedua, menjembatani yaitu kolaborasi membentuk kawasan agar bisa berhubungan dengan kota secara seimbang. Ketiga berkolaborasi termasuk LSM dan para pihak.(MI) 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak