Foto: 2 Terdakwa perkara Perdagangan Orang (10/7)
BIREUEN,REAKSINEWS.ID | Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Bireuen menuntut pidana penjara selama delapan tahun terhadap dua terdakwa, JS dan R, dalam kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Tuntutan dibacakan dalam sidang terbuka di Pengadilan Negeri Bireuen, baru-baru ini.
Kedua terdakwa didakwa melanggar Pasal 4 jo Pasal 10 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang jo Pasal 55 ayat (1) KUHP, karena diduga secara bersama-sama memperdagangkan seorang warga negara Indonesia ke luar negeri.
“Para terdakwa secara sah dan meyakinkan terbukti melakukan tindak pidana perdagangan orang, dengan ancaman pidana penjara delapan tahun serta denda Rp150 juta, subsidair empat bulan kurungan,” ujar Jaksa Penuntut Umum dalam sidang.
Kasus ini bermula pada Oktober 2023, ketika korban, M. Arif, mendapatkan informasi dari temannya, Firdaus, terkait adanya lowongan pekerjaan yang ditawarkan oleh para terdakwa. Pekerjaan tersebut dijanjikan sebagai staf penjualan (salesman) di Laos, dengan gaji sebesar Rp12 juta per bulan, dan seluruh biaya perjalanan serta dokumen ditanggung oleh pihak perusahaan.
Tergiur oleh tawaran tersebut, korban menerima ajakan dan berangkat ke Laos pada 25 Oktober 2023. Namun, sesampainya di sana, realitas yang dihadapi sangat berbeda. Korban tidak ditempatkan di perusahaan sebagaimana dijanjikan, melainkan dibawa ke sebuah apartemen oleh pihak yang menjemputnya.
Selama tiga bulan bekerja, korban hanya menerima gaji tidak sesuai janji: 500 yuan pada bulan pertama, 300 yuan pada bulan kedua, dan 1.500 yuan pada bulan ketiga. Korban juga dipaksa mengoperasikan perangkat komputer dan ponsel untuk kegiatan yang tidak dijelaskan dalam sidang. Merasa dirugikan, korban akhirnya melarikan diri dan meminta perlindungan ke Kantor Perwakilan RI di Laos pada 25 Januari 2024.
Menanggapi tuntutan jaksa, tim penasihat hukum terdakwa menyatakan akan mengajukan pledoi atau nota pembelaan dalam sidang lanjutan yang dijadwalkan digelar pada 17 Juli 2025.
Perkara ini menjadi sorotan karena menambah daftar panjang kasus perdagangan orang dengan modus tawaran kerja di luar negeri. Praktik semacam ini kerap menjebak warga yang tidak mendapat informasi valid dan transparan.(**)