Foto: Ilustrasi
BIREUEN,REAKSINEWS.ID | Fenomena aparatur sipil negara (ASN) yang merangkap profesi wartawan kian mengkhawatirkan di Kabupaten Bireuen, Aceh. Praktik ini bukan hanya melanggar norma etika profesi dan prinsip netralitas ASN, namun juga berpotensi merusak independensi media dan mencederai kepercayaan publik terhadap institusi pemerintah maupun pers.
Investigasi yang dihimpun Reaksinews.id, mengungkap bahwa puluhan ASN dari berbagai instansi di lingkungan Pemkab Bireuen kini aktif menyandang identitas wartawan dari berbagai media—baik resmi maupun milik pribadi. Ironisnya, sebagian dari mereka bahkan berstatus pejabat eselon, termasuk oknum kepala dinas aktif, yang diketahui memegang kartu pers dan setiap ada konfirmasi kerap menyatakan diri 'Saya juga Wartawan' adakalanya memperlihatkan ID Card Media
Berita sebelumnya https://www.reaksinews.id/2025/04/meresahkan-oknum-asn-bireuen-rangkap.html
Lebih mencengangkan lagi, sejumlah ASN yang merangkap profesi jurnalis itu dengan leluasa melakukan road show, meliput kegiatan institusi tempat mereka sendiri bekerja, lalu mempublikasikannya melalui kanal media sosial pribadi maupun media daring tertentu. Hal ini jelas bertentangan dengan prinsip dasar jurnalistik yang menuntut independensi dan objektivitas.
“Bagaimana mungkin seorang ASN yang notabene bagian dari struktur pemerintahan bisa bersikap objektif dalam meliput kinerja institusinya sendiri? Ini bukan hanya persoalan etika, tapi juga soal konflik kepentingan yang nyata,” ujar seorang wartawan senior di Bireuen yang enggan disebutkan namanya.
Pembiaran Sistemik dan Lemahnya Sikap Pemerintah
Ketika dikonfirmasi, pihak Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Bireuen hingga jajaran Sekretariat Daerah belum memberikan respons tegas. Upaya konfirmasi justru berujung pada aksi saling lempar tanggung jawab antar pejabat, baik di level kabupaten maupun kecamatan.
Berita sebelumnya
https://www.reaksinews.id/2025/04/asn-merangkap-profesi-bkpsdm-bireuen.html
Alih-alih menertibkan, pemerintah terkesan melakukan pembiaran sistemik. Padahal, sesuai regulasi kepegawaian, ASN dilarang menjalankan profesi lain yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan atau merusak citra institusi. Tidak adanya sikap tegas dari pembina ASN di Bireuen memperkuat dugaan bahwa pelanggaran ini sengaja dibiarkan.
Kepentingan Pribadi Menggerus Marwah Profesi
Lebih jauh, indikasi penyalahgunaan status ganda ASN-wartawan mulai mencuat. Ada dugaan bahwa status wartawan dimanfaatkan untuk mempermudah akses terhadap layanan pemerintahan maupun untuk kepentingan tertentu yang sarat muatan pribadi atau kelompok.
Kondisi ini tak hanya mengganggu tatanan profesionalisme ASN, namun juga mencoreng marwah profesi jurnalis yang seharusnya dijaga oleh insan pers dan organisasi profesi. Namun hingga kini, belum ada langkah konkret dari organisasi-organisasi wartawan di daerah untuk mengevaluasi dan menertibkan fenomena ini.
“Kami khawatir, jika ini terus dibiarkan, akan muncul persepsi bahwa wartawan adalah profesi yang bisa dipakai untuk berlindung, bukan sebagai alat kontrol sosial yang independen,” kata aktivis media lokal.
Mendesak Penertiban, Menjaga Marwah Dua Profesi
Fenomena ini harus menjadi alarm keras bagi seluruh pemangku kepentingan. Pemerintah Kabupaten Bireuen didesak segera mengambil langkah tegas untuk menegakkan disiplin ASN dan mengembalikan profesionalisme birokrasi. Di sisi lain, organisasi pers pun dituntut agar tidak membiarkan profesi jurnalis dicemari oleh oknum-oknum yang memiliki konflik kepentingan struktural.
Jika tak segera ditertibkan, tren ASN merangkap wartawan bisa menjadi preseden buruk yang memperlemah kepercayaan masyarakat terhadap pers dan pemerintahan sekaligus.
ASN harus kembali pada fungsi dasarnya sebagai pelayan publik yang profesional dan netral. Sementara wartawan harus menjaga martabat profesinya dengan menjunjung tinggi independensi dan etika jurnalistik.(**)