Foto: Ilustrasi
BIREUEN,REAKSINEWS.ID | Kasus penyebaran foto asusila yang menyeret nama seorang perempuan muda berinisial M, warga Desa Peuneulet Tunong, Kecamatan Simpang Mamplam, Kabupaten Bireuen, kini memasuki babak baru dalam proses hukum. Pihak Kepolisian memastikan penanganan kasus berjalan sesuai prosedur, sementara korban dan para saksi angkat bicara mengungkap fakta-fakta di balik peristiwa yang menghebohkan masyarakat setempat.
Perkara ini mencuat setelah M melaporkan penyebaran foto pribadi yang diduga dilakukan oleh AF warga desa yang sama, dimana konten tersebut dinilai melanggar norma dan etika.
Salah satu saksi berinisial AN, mengaku menerima dua gambar asusila dari AF melalui aplikasi pesan WhatsApp dalam format “sekali lihat”. Gambar tersebut, menurut AN, menampilkan sosok perempuan yang diyakini sebagai M namun tanpa menampilkan wajah.
“Saya kaget ketika menerima gambar itu dan langsung menyarankan kepada AF untuk tidak menyimpan atau menyebarkannya lagi. Namun saran saya tidak diindahkan. Lalu gambar tersebut dihapus dari galeri pengiriman,” ujar AN, Jumat (25/7/2025).
AN juga membantah tudingan yang menyebut dirinya bagian dari struktur kepengurusan Keluarga Berencana (KB) atau unsur pemerintahan desa. Ia menegaskan bahwa klaim tersebut adalah fitnah yang merugikan nama baiknya dan meminta pihak-pihak tertentu bertanggung jawab.
"Demi Allah, saya tidak pernah terlibat dalam apapun pengurus baik dalam pemerintahan, lembaga maupun kelompok dan ormas di Gampong Peuneulet Tunong, ujar AN.
Pernyataan serupa datang dari ND, yang juga berstatus sebagai saksi, Ia menyebut, “AF pernah memperlihatkan gambar tersebut langsung melalui ponsel miliknya. Saya tidak tahu menahu urusan lain, mungkin karena kami bertetangga, ia merasa nyaman menunjukkan gambar itu.”
Di sisi lain, M sebagai korban menyampaikan bahwa upaya penyelesaian secara kekeluargaan sempat dilakukan, bahkan telah difasilitasi oleh aparat gampong, termasuk keuchik, perangkat desa, dan tokoh masyarakat. Namun, musyawarah tersebut tidak membuahkan titik temu.
“Saya mengusulkan bentuk sayyam (ganti rugi) sebagai jalan tengah, tapi tidak mendapat tanggapan jelas dari pihak keluarga AF. Bahkan ayah AF yang hadir dalam forum tersebut seolah mempertanyakan apa maksud usulan itu, padahal ia hadir sejak awal pembahasan,” kata M dengan nada kecewa.
Kasus ini akhirnya berlanjut ke jalur hukum. Kapolres Bireuen, AKBP Tuschad Cipta Herdani, melalui Kasat Reskrim AKP Jeffryandi memastikan bahwa proses penyidikan telah berjalan sesuai prosedur yang berlaku.
“AF telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Unit Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Satreskrim Polres Bireuen. Yang bersangkutan didampingi kuasa hukum sejak awal proses penyidikan. Tidak ada paksaan, tidak ada intimidasi, dan tidak ada indikasi pelanggaran hak asasi manusia,” tegas AKP Jeffryandi.
Ia juga menambahkan, berkas perkara telah dinyatakan lengkap (P21) oleh Kejaksaan Negeri Bireuen, dan dalam waktu dekat akan segera dilimpahkan ke tahap penuntutan.
Kasus ini menjadi sorotan masyarakat, terutama terkait pentingnya kesadaran digital dan etika dalam menggunakan media sosial. Penyebaran konten pribadi tanpa izin, apalagi bernuansa asusila, bukan hanya melanggar hukum tetapi juga mencederai martabat dan privasi korban.(**)