Menjadi Teladan: Pilar Utama Pendidikan Karakter yang Kian Tergerus

Oleh: Hasan Basri


Foto: Hasan Basri, S.Pd., MM

BIREUEN,ACEH,REAKSINEWS.ID | Tak terhitung berapa kali kita mengangguk setuju ketika pimpinan sekolah, kepala dinas, atau tokoh pendidikan menegaskan pentingnya pendidikan karakter dan keteladanan guru. Hampir tidak ada insan pendidik yang akan membantahnya. Namun, di balik anggukan itu, tersimpan sebuah pertanyaan mendalam yang patut kita renungkan bersama: Sudahkah kita benar-benar menjadi teladan kebajikan dan agen pembentuk karakter yang utuh bagi siswa-siswi kita?

"Pendidikan tidak pernah semata soal transfer ilmu pengetahuan. Ia adalah proyek besar peradaban. Undang-undang menegaskan bahwa guru memikul peran sebagai pendidik, pengarah, bahkan penjaga nilai-nilai luhur bangsa. Kita adalah cerminan nilai-nilai yang ingin kita tanamkan. Namun, realitas di lapangan kerap menunjukkan kontradiksi.

Di tengah beban administratif, tuntutan kurikulum, dan perlombaan capaian akademik, kita sering terjebak dalam rutinitas. Lelah menjadi penghambat, dan keteladanan yang seharusnya menjadi napas keseharian perlahan memudar. Dalam kondisi ini, karakter siswa bukan dibentuk oleh pengaruh langsung, melainkan oleh ketidakhadiran figur yang seharusnya menjadi panutan.

Mari kita jujur bertanya pada diri sendiri:
Apakah kesabaran, integritas, empati, dan kejujuran telah sungguh-sungguh hadir dalam tindakan dan ucapan kita di kelas maupun di luar kelas?
Ataukah tanpa sadar, kita justru menjadi sosok yang mengaburkan batas antara nilai dan kenyataan?

Anak-anak adalah peniru yang ulung. Mereka belajar bukan hanya dari apa yang mereka dengar, tetapi dari apa yang mereka lihat. Seberapa pun bagusnya narasi karakter yang kita sampaikan, semua itu akan kehilangan makna jika tidak selaras dengan perilaku kita sehari-hari.

Salah satu inisiatif besar dalam dunia pendidikan kita hari ini adalah Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Ini adalah terobosan kurikuler dalam upaya membumikan nilai-nilai Pancasila agar tidak hanya menjadi hafalan, melainkan menjadi laku hidup yang membentuk watak siswa.

Namun pertanyaannya, Sudahkah P5 berjalan secara autentik dan berdampak nyata di sekolah-sekolah kita?
Jangan-jangan, P5 hanya menjelma menjadi kegiatan seremonial, ajang konten media sosial, atau proyek administratif demi menggugurkan kewajiban semata.

Keberhasilan P5 tidak diukur dari berapa banyak kegiatan yang dilakukan atau tebalnya laporan yang disusun. Indikator utamanya adalah transformasi. Apakah setelah menjalani proyek itu, siswa kita menjadi lebih peduli terhadap sesama, lebih kritis dalam berpikir, lebih mandiri dalam bertindak, dan lebih sadar akan kehadiran Tuhan dalam kehidupannya?

"Opini ini bukan dimaksudkan sebagai kritik destruktif, melainkan ajakan untuk merefleksi diri secara kolektif. Kita perlu menyadari bahwa membentuk karakter tidak bisa dibebankan semata kepada kurikulum atau program pemerintah. Ia adalah kerja harian yang dimulai dari keteladanan — dari guru kepada murid, dari pemimpin kepada yang dipimpin.

Jika kita sungguh ingin menghasilkan generasi unggul, maka setiap guru, kepala sekolah, bahkan pejabat pendidikan, harus lebih dahulu menjadi contoh nyata nilai-nilai yang ingin ditanamkan.

Pendidikan karakter bukan hanya slogan. Ia adalah cara hidup. Dan teladan adalah metode paling efektif untuk mengajarkannya.

Kini saatnya kita berhenti sekadar mengangguk dalam rapat atau menyusun slogan di baliho. Mari mulai menjadi apa yang kita ajarkan. Di situlah letak kekuatan perubahan sejati.

Bireuen, Aceh
20 Juli 2025

Hasan Basri, S.Pd., MM
Pengamat Pendidikan 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak