Menjaga Burni Telong, Menyelamatkan Warisan Alam Aceh

Oleh Waisul Qarani


Foto: Waisul Qarani (7/7) 

BENER MERIAH,REAKSINEWS.ID | Di tengah bentang alam Aceh yang megah, Gunung Burni Telong menjulang anggun sebagai penjaga ekosistem sekaligus simbol kebanggaan Kabupaten Bener Meriah. Namun lebih dari sekadar objek wisata alam, Burni Telong menyimpan potensi ekologis luar biasa yang menjadikannya sebagai salah satu warisan alam paling berharga di Tanah Rencong. Sayangnya, potensi itu belum dikelola dan dilindungi secara optimal.

Sebagai mahasiswa Ilmu Lingkungan, saya melihat gunung ini bukan hanya puncak yang menggoda pendaki, melainkan juga laboratorium hidup yang menyimpan pelajaran penting tentang keragaman hayati, keberlanjutan, dan tanggung jawab manusia terhadap alam. Di lereng dan puncaknya, tumbuh Edelweis (Anaphalis javanica) — bunga abadi yang menjadi indikator kualitas lingkungan pegunungan. Namun miris, keindahan ini justru sering dirusak tangan-tangan tak bertanggung jawab yang memetiknya demi suvenir semata.

Fenomena ini menunjukkan dua hal: lemahnya kesadaran ekologis para pengunjung, dan belum optimalnya sistem edukasi serta pengawasan dari otoritas terkait. Edukasi lingkungan tampaknya belum menjadi prasyarat dalam aktivitas wisata alam, padahal inilah kunci awal untuk membangun kesadaran kolektif.

Lebih dari sekadar Edelweis, Burni Telong juga menjadi rumah bagi berbagai jenis anggrek liar, kantong semar, burung murai batu, elang kecil, hingga mamalia seperti musang dan kucing hutan. Kekayaan biodiversitas ini seharusnya menjadi dasar argumentasi yang kuat untuk menjadikan kawasan ini sebagai area konservasi berbasis masyarakat.

Pariwisata yang berkembang di Burni Telong memang membawa manfaat ekonomi bagi warga sekitar. Tetapi jika tidak dibarengi dengan regulasi ketat dan sistem pelestarian yang terstruktur, kita berisiko menjual keindahan hari ini dengan mengorbankan keberlanjutan esok hari. Perlu adanya regulasi yang tegas soal pelarangan eksploitasi flora-fauna, pembatasan jumlah pengunjung, serta kewajiban pelatihan dan penyuluhan lingkungan bagi wisatawan maupun pelaku usaha lokal.

Yang tak kalah penting, masyarakat harus dilibatkan bukan sekadar sebagai pelengkap kegiatan wisata, melainkan sebagai aktor utama pelestarian. Ketika masyarakat merasa memiliki, maka kepedulian tumbuh secara alami. Pendekatan partisipatif dalam konservasi akan membentuk budaya baru dalam menjaga alam — bukan karena takut pada sanksi, tapi karena sadar akan nilai dan fungsi ekologisnya.

Gunung Burni Telong adalah penyangga kehidupan: ia menyimpan cadangan air bersih, menjaga kestabilan iklim mikro, dan menyuplai oksigen bagi kawasan sekitarnya. Gunung ini juga bisa dikembangkan sebagai pusat edukasi lingkungan dan riset ilmiah. Dalam konteks perubahan iklim dan degradasi lingkungan yang makin terasa, pelestarian Burni Telong seharusnya menjadi bagian dari strategi pembangunan berkelanjutan Aceh.

Kini, tugas kita adalah menempatkan Burni Telong bukan sekadar sebagai latar belakang swafoto wisatawan, tetapi sebagai subjek utama dalam narasi pelestarian lingkungan. Sebab menjaga gunung ini berarti menjaga masa depan Aceh. Mari menanamkan cinta terhadap alam melalui aksi nyata: tidak memetik Edelweis, tidak membuang sampah sembarangan, mendukung regulasi konservasi, dan menjadi bagian dari solusi, bukan kerusakan.

Gunung ini telah memberi kita keindahan, kehidupan, dan kebanggaan. Saatnya kita membalasnya dengan perlindungan dan penghormatan. Karena menjaga Burni Telong, sejatinya adalah menjaga diri kita sendiri.

Penulis:

Waisul Qarani

Mahasiswa Prodi Ilmu Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Almuslim
Di bawah bimbingan Dr. Cut Azizah. 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak