Gubsu Usulkan Pengelolaan Bersama, HRD: Empat Pulau Itu Hak Aceh, Maaf Dulu

Foto: H. Ruslan Daud,. SE,. MAP, Anggota DPR-RI Komisi V F-PKB pada momentum Halal Bihalal di Meuligoe Residen, Bireuen, Aceh (8/6) 

BIREUEN,REAKSINEWS.ID | Polemik pengalihan empat pulau di Kabupaten Aceh Singkil ke wilayah administrasi Sumatera Utara terus bergulir. Anggota DPR RI asal Aceh, H. Ruslan Daud (HRD), menolak keras keputusan tersebut dan menyatakan bahwa keempat pulau tersebut adalah warisan dan milik sah Provinsi Aceh berdasarkan alas hak (Surat Agraria) yang telah berlaku sejak 1965.

Kepemilikan (Surat Tanah) berdasarkan Surat Keputusan Kepala Inspeksi Agraria Daerah Istimewa Aceh Tanggal (17 Juni 1965) yang ditandatangani oleh, Sukirman, sebelum Singkil Mekar dari Aceh Selatan. Dalam surat dimaksud menegaskan, bahwa tanah-tanah tersebut adalah hak milik hukum adat, juga tertuang dalam pasal 20 ayat 1 Undang-undang Nomor 5/1960, nomor 100/04 di Konversi menjadi hak milik Aceh

Keempat pulau yang dimaksud yakni Pulau Panjang, Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Lipan, sebelumnya secara administratif berada di wilayah Kabupaten Aceh Singkil. Namun, melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025, pulau-pulau tersebut kini ditetapkan sebagai bagian dari wilayah Provinsi Sumatera Utara.

“Pemerintah Aceh tidak boleh diam. Gubernur Aceh harus segera mengambil langkah konkret dengan melibatkan tokoh adat, tokoh agama, dan semua pemangku kepentingan terutama lintas pulau dan wilayah untuk menuntut keadilan,” ujar HRD saat Halal Bihalal di Meuligoe Residen Bireuen, Minggu (8/6/2025).

HRD menegaskan bahwa pulau-pulau tersebut memiliki dokumen alas hak yang sah, berdasarkan Surat Agraria  tahun 1965, jauh sebelum pembentukan Provinsi Sumatera Utara. Ia juga menampik narasi yang menyebut bahwa pemindahan hak administrasi adalah hal biasa dan tidak bermasalah.

“Kalau ada Nyel-nyel (Isu) bilang ini hal biasa dan berupa pulau kecil, patut dipertanyakan: siapa mereka dan dari mana asal-muasalnya? Kita bicara soal harta pusaka, bukan sekadar pulau kecil. Setiap harta wajib dipertahankan,” tegas politisi dari Fraksi PKB itu.

Menanggapi pernyataan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution yang mengusulkan agar keempat pulau dikelola secara bersama, HRD menyampaikan keberatannya.

“Maaf dulu, kita luruskan haknya dulu. Kalau itu memang hak Aceh, kembalikan ke Aceh. Setelah itu barulah bisa bicara kerja sama,” katanya.

HRD menyatakan, sepertinya ada praktik "operasi senyap" di balik perubahan status kepemilikan ini. Menurutnya, keputusan Mendagri tidak melalui pembahasan terbuka dengan masyarakat atau pemangku kebijakan di Aceh. “Kami, dari DPR RI, DPD, DPRA, hingga DPRK sudah meninjau langsung. Fakta di lapangan, termasuk makam tua dan aktivitas masyarakat, membuktikan pulau-pulau tersebut bagian dari Aceh,” tambahnya.

Sebagai bentuk penolakan, HRD menyatakan pihaknya akan membawa persoalan ini ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), untuk menggugat keputusan Mendagri yang dinilai cacat prosedur dan tidak berpihak pada fakta historis serta administratif.

“Kami akan tempuh jalur hukum. Ini bukan semata soal administrasi, tapi menyangkut identitas, sejarah, dan hak masyarakat Aceh,”

Peutheun Hareuta Ateuh Dasar Hak Mileik, Nakeuh Wajeib, Keurna Nyan Geu Yue Dalam Hukoem Islam (mempertahankan harta atas dasar hak milik adalah wajib, karena diamanahkan dalam hukum Islam), sebut HRD dalam loghat bahasa Aceh. 

Meski demikian, HRD tetap menyambut baik kedatangan Gubernur Sumut ke Aceh selama dalam kerangka silaturahmi dan kerja sama ekonomi. “Namun, kalau kunjungannya terkait pengelolaan empat pulau itu, sekali lagi saya tegaskan: maaf-maaf dulu,” (**) 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak