Oleh; Juwaini Husen
Foto: dok
The Sudden Disconnect
BANDA ACEH,REAKSINEWS.ID | Dalam dunia pendidikan yang seharusnya menjunjung nilai professional relationship dan kolaborasi, tiba-tiba muncul sosok pendidik yang memilih bungkam — memutus relasi tanpa alasan yang dapat dimuhasabahi. Bukan karena perbedaan prinsip, bukan karena konflik etis yang substansial, tapi karena kenyamanan sesaat dan egosentrisme yang dibungkus dalam diam. Ini bukan sekadar kehilangan arah, tapi bentuk emotional disengagement yang mencederai etika profesi.
Dari Citra ke Cacat Karakter
Sosok ini sebelumnya dikenal melalui berbagai image-building efforts — pencitraan yang dibalut dengan kelakuan sungsang, bahkan intervensi terhadap sejawat yang seharusnya menjadi mitra kerja. Saat namanya sempat tercoreng karena dugaan maladministration dan konflik kepentingan, ia diberi ruang pemulihan, diberi kesempatan untuk memperbaiki. Tapi apa yang terjadi? Ia memilih melupakan, bukan berterima kasih.
Kenyamanan Sesaat, Loyalitas Dibuang
Ketika sudah merasa aman di zona nyaman baru, sang pendidik malah menjauh dari relasi yang dulu ia dekati penuh harap. Ini bukan sikap biasa. Ini adalah bentuk nyata dari relational opportunism — memanfaatkan orang lain saat butuh, lalu membuang saat tak lagi relevan. Etika profesional? Hancur. Moralitas? Dipertaruhkan.
Educator as a False Icon
Mirisnya, figur ini masih menjadi panutan dalam kacamata publik. Sebagai public figure in education, ia seharusnya menampilkan karakter yang sejalan dengan nilai-nilai yang diajarkan. Tapi apa yang terlihat? Performative integrity — etika palsu yang hanya hidup saat kamera menyala.
Krisis Identitas Dunia Pendidikan
Pendidikan bukan sekadar soal kurikulum atau metode pengajaran. Pendidikan adalah soal karakter, soal akhlak, soal keteladanan. Ketika seorang pendidik justru menunjukkan moral incompetence dan empathy void, maka kerusakan bukan hanya terjadi pada hubungan antarmanusia — tetapi pada fondasi pendidikan itu sendiri.
Karakter adalah kurikulum sejati. Jika karakter rusak, maka seluruh sistem pendidikan kehilangan rohnya — dan generasi penerus hanya diwarisi kebohongan dalam kemasan profesionalisme.
Banda Aceh
12 Juni 2025
Juwaini Husen