Foto: Irfadi,. SPd.i,. NL.P,.CPM, Mahasiswa Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf (UNIS) Tangerang
ACEH,REAKSINEWS.ID | Kebijakan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang menetapkan alih administrasi empat pulau dari Kabupaten Aceh Singkil ke wilayah Provinsi Sumatera Utara menuai protes dari kalangan akademisi asal Aceh. Irfadi, mahasiswa Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf (UNIS) Tangerang, menilai keputusan tersebut berpotensi menimbulkan gesekan sosial dan politik antardaerah.
Menurut Irfadi, Pemerintah Pusat tidak cukup sensitif dalam menangani isu-isu kedaerahan, terutama yang menyangkut wilayah Aceh—sebuah provinsi dengan status kekhususan yang dilindungi undang-undang.
“Situasi di Aceh hari ini sangat kompleks. Pemerintah Pusat terkesan gegabah dan tidak mempertimbangkan dampak sosial-politik dari kebijakan ini. Keputusan seperti ini bisa menyulut ketegangan antara Aceh dan Sumatera Utara,” ujar Irfadi dalam keterangan tertulis, Minggu (8/6/2025).
Ia merujuk pada Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau. Keputusan yang ditetapkan pada 25 April 2025 itu mencatat empat pulau—Pulau Mangkir Ketek, Pulau Mangkir Gadang, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang—sebagai bagian dari wilayah administrasi Provinsi Sumatera Utara, padahal sebelumnya masuk dalam wilayah Aceh.
“Ini bukan hanya soal peta administratif, tapi juga menyangkut identitas, sejarah, dan martabat masyarakat Aceh. Pemerintah harus sadar bahwa tindakan administratif yang sembrono bisa menjadi bara dalam sekam,” kata Irfadi yang juga aktif sebagai paralegal.
Klaim Sumut Tak Cukup
Sebelumnya, Gubernur Sumatera Utara menyatakan bahwa tidak ada upaya perebutan wilayah, dan bahwa penyesuaian administrasi dilakukan sesuai prosedur. Namun, menurut Irfadi, pernyataan itu tidak cukup menjelaskan kepada publik.
“Kalau memang tidak merebut, maka tunjukkan dasar hukum dan mekanisme yang transparan. Prosesnya harus bisa dipertanggungjawabkan secara konstitusional maupun adat. Publik berhak tahu siapa yang mengusulkan, siapa yang menetapkan, dan atas dasar apa,” ujarnya.
Irfadi menilai, Pemerintah Aceh harus mengambil sikap tegas. Menurutnya, diam bukanlah pilihan ketika menyangkut kedaulatan wilayah. Ia juga mengingatkan agar Pemerintah Pusat tidak menyepelekan sensitivitas sejarah dan identitas daerah, khususnya Aceh, yang memiliki latar belakang konflik dan perjuangan panjang.
“Pemerintah tidak boleh memantik ketegangan dengan kebijakan yang tidak melalui proses konsultasi yang memadai. Jangan coba-coba menyentuh wilayah yang telah menjadi bagian dari identitas Aceh. Kalau ini dibiarkan, bisa menimbulkan reaksi rakyat,” katanya.
Dalam pernyataannya, Irfadi bahkan mengutip pepatah Aceh: Meunyo bacut meu iseuk ateung blang, tatem meumat-mat parang—yang secara bebas berarti, “jika yang hak sudah diganggu, rakyat akan bergerak”.
Desakan untuk Bertindak
Ia mendesak Pemerintah Aceh agar tidak hanya bersikap reaktif, tetapi mengambil langkah konkret—baik secara hukum maupun diplomasi antarpemerintahan. Seluruh elemen masyarakat Aceh, menurutnya, harus bersatu dan mengawal persoalan ini hingga hak wilayah dikembalikan.
“Nilai moral dan martabat bangsa Aceh sedang dipertaruhkan. Jangan sampai ada wilayah yang hilang diam-diam hanya karena kelalaian dan minimnya perlawanan dari pemerintah daerah,” tegasnya.
Alih administrasi wilayah antarprovinsi sejatinya merupakan hal yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Namun, prosesnya menuntut partisipasi aktif dari pemerintah daerah terkait dan keterlibatan masyarakat. Sejauh ini, belum ada pernyataan resmi dari Pemerintah Aceh menanggapi Kepmendagri tersebut secara terbuka.
Polemik ini menambah daftar panjang persoalan batas wilayah di Indonesia, yang seringkali menjadi sumber konflik laten di tingkat lokal. Pemerintah diharapkan dapat segera memberikan klarifikasi dan membuka ruang dialog antara pihak-pihak terkait agar masalah ini tidak berkembang menjadi ketegangan horizontal.(Ril)