By: Juwaini Husen
Foto: Ilustrasi
BIREUEN,REAKSINEWS.ID | Meurukon adalah salah satu Islamic cultural heritage Aceh, berakar pada ajaran agama dan kearifan lokal. Membentuk Karakter Akhlak dan Adab melalui in perfect rhythmic rhyme.
“Echoes of Faith”
Di hamparan senja selepas Isya, dahulu Meurukoen—a Question-and-Answer Tradition—menggema di langit gelap pelosok Aceh. Sekelompok Syekhona (Syekh) dan muridnya berkumpul di meunasah atau balai gampong, bercampur dalam spiritual gathering sambil bertukar syair berirama khas. Lebih dari sekadar hiburan, mereka meneguhkan iman dan menanamkan nilai moral melalui dialogus poetry yang memikat jiwa.
“Roots of Identity”
Meurukoen merupakan salah satu Islamic cultural heritage Aceh, berakar pada ajaran agama dan kearifan lokal. Dalam setiap sesi, dua grup “dueling poets” saling bersaing: satu mengajukan bait-bait tanya, sementara yang lain memberikan jawaban dengan cepat—all in perfect rhythmic rhyme. Syair mereka meliputi syiar Islam, hukum-hukum agama, kisah para Nabi, serta adab-akhlak yang membentuk karakter masyarakat.
“Modernization vs. Tradition”
Namun, arus digitalization dan globalisasi telah mempersempit ruang bagi Meurukon. Gedung-gedung meunasah mulai sepi, generasi muda lebih tertarik pada musik pop dan media sosial daripada tradisi lokal. Pasca-konflik Aceh pada akhir abad ke-20, pembatasan jam malam dan trauma kolektif menambah cultural disruption, hingga Meurukon nyaris hilang dari panggung budaya.
“Revival Efforts”
Beberapa komunitas budaya dan young ulama di Aceh bangkitkan kembali Meurukoen lewat festival, workshop, dan integrasi dalam extra-curricular lessons di madrasah. Mereka menyelenggarakan heritage workshops, mengundang Syekhona senior sebagai mentor, serta membuat video tutorial untuk platform digital. Meski upaya ini membawa secercah harapan, tantangan funding dan limited outreach masih membayangi.
“Call for Collective Action”
Mempertahankan Meurukoen bukan semata-mata menjaga pertunjukan seni; ia adalah menjaga soul of Aceh. Pemerintah daerah, lembaga pendidikan, dan tokoh masyarakat harus bersinergi: menyediakan anggaran preservation, memasukkan Meurukoen ke kurikulum budaya, serta mempromosikan melalui social media campaigns. Hanya dengan langkah komprehensif, gema syair Meurukoen akan kembali mengalun malam demi malam di Serambi Mekkah.
“Matee aneuk meupat jeurat, matee adat, hoe tamita.”
Artinya: “Mati anak ada kuburannya, mati adat ke mana dicari?”
Ketika tradisi hilang, identitas tergerus. Mari jaga Meurukon—jembatan antara masa lalu, kini, dan masa depan Aceh. Namun dibalik pesatnya era serba Digitalisasi." Islamic cultural heritage Terancam Punah.
Bireuen, Aceh
10 Juni 2025
Juwaini Husen