Membangun Koperasi Dayah Merah Putih

*Oleh: Anwar, S.Ag, M.A.P

Foto: Anwar.,S.Ag.,MAP

ACEH,REAKSINEWS.ID | Ketika pemerintah mencanangkan program besar bertajuk “Koperasi Merah Putih” untuk mendorong kedaulatan ekonomi nasional dari desa, saya justru teringat pada satu lembaga yang selama ini agak luput dari perhatian: dayah. Di Aceh, dayah bukan hanya lembaga pendidikan agama. Ia adalah pusat kebudayaan, tempat berkumpulnya anak-anak muda dari berbagai pelosok yang mendalami ilmu agama sekaligus menjalani kehidupan mandiri jauh dari keluarga. Di balik kesederhanaannya, dayah memiliki denyut ekonomi yang hidup. Sayangnya, denyut ini belum terhubung dengan gerakan koperasi yang sedang digalakkan pemerintah.

Jika kita berjalan ke dalam halaman dayah-dayah di Aceh, akan terlihat beragam aktivitas ekonomi yang berlangsung secara alami. Santri-santri mengelola dapur umum, membeli bahan makanan secara gotong royong, membuat sabun sendiri, mencetak kitab, mengelola kantin, bahkan ada yang mulai bertani dan beternak. Semua itu berjalan kebanyakan tanpa konsep koperasi formal, namun semangat kolektif dan nilai syariahnya sangat kuat. Di sinilah peluang besar itu berada. Mengapa tidak membangun koperasi dayah yang berbasis pada nilai-nilai Islam dan gotong royong sebagai bagian dari koperasi merah putih? Bukankah semangat kemandirian, kebersamaan, dan keadilan sosial sudah lama menjadi ajaran utama dalam pendidikan dayah?

Selama ini, koperasi lebih sering dipahami sebagai entitas administratif yang harus punya akta, pengurus dan laporan keuangan. Padahal, pada dasarnya koperasi adalah wadah bersama untuk mengelola kebutuhan kolektif secara mandiri dan adil. Jika dayah diberi ruang dan pendampingan untuk mengelola koperasi secara formal, bukan hanya ekonomi santri yang akan tumbuh, tetapi juga terbentuk generasi muda yang terbiasa dengan tata kelola ekonomi yang transparan, jujur dan berkelanjutan. Ini sejalan dengan semangat koperasi merah putih yang ingin menjadikan ekonomi kerakyatan sebagai pilar kekuatan bangsa.

Potensi dayah sebagai pusat ekonomi umat sangat besar. Dengan ribuan santri, setiap dayah memiliki pasar internal yang jelas. Santri butuh makan, pakaian, alat tulis, kitab dan jasa. Semua itu bisa dikelola oleh koperasi internal. Lebih dari itu, koperasi dayah juga bisa menjangkau masyarakat sekitar dengan produk-produk lokal halal dan bernilai edukatif. Bayangkan jika setiap dayah di Aceh punya koperasi yang aktif, bukan hanya untuk kebutuhan internal, tetapi juga untuk memasarkan produk-produk lokal Aceh secara online dan offline. Maka ekonomi Islam benar-benar akan berdiri di atas kaki sendiri, bukan sekadar wacana.

Tentu saja, membangun koperasi dayah tidak bisa dilakukan secara instan. Diperlukan kemauan politik dari pemerintah daerah untuk memasukkan dayah dalam peta kebijakan pembangunan ekonomi daerah. Perlu pelatihan, pendampingan dan penyediaan modal awal yang bersifat bergulir. Lebih penting lagi, perlu adanya perubahan cara pandang dari para pimpinan dayah, bahwa koperasi bukanlah proyek duniawi yang mengganggu ruh pendidikan, tetapi justru bagian dari penguatan kemandirian santri secara menyeluruh. Koperasi bisa menjadi sarana pendidikan karakter ekonomi bagi santri: belajar jujur, belajar bertanggung jawab dan belajar saling menolong.

Pemerintah Aceh sejatinya punya peluang besar untuk menjadi pelopor dalam mengintegrasikan koperasi dayah ke dalam gerakan ekonomi nasional. Jika selama ini koperasi desa menjadi fokus utama, maka sudah waktunya koperasi dayah juga diberi tempat yang setara. Bahkan, koperasi dayah bisa menjadi model baru koperasi berbasis nilai-nilai keislaman yang kuat, yang bukan hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga membentuk generasi muda yang cinta tanah air dan cinta pada kemandirian.

Kini saatnya kita membuka mata, bahwa koperasi merah putih tidak hanya milik desa, petani atau nelayan. Ia juga harus hidup di lorong-lorong dayah, di bawah kubah surau dan di tengah-tengah kehidupan para santri. Karena dari santri lahir pemimpin dan dari koperasi lahir kedaulatan ekonomi. Maka, menggabungkan keduanya adalah jalan menuju Indonesia yang lebih adil, mandiri dan bermartabat.

Jika bendera merah putih berkibar di setiap kantor koperasi desa, maka biarlah kibaran itu juga menyala di halaman dayah, menandai lahirnya koperasi yang bukan hanya berdagang, tapi juga berdzikir, bermuamalah dan membawa berkah bagi negeri merah putih.


Penulis: Anwar., S.Ag., MAP
Kepala Dinas Pendidikan Dayah Kabupaten Bireuen, Aceh

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak