Iman: Lentera Penerang Jalan Kebajikan

Oleh: Juwaini Husen


Foto: Ilustrasi

BIREUEN,REAKSINEWS.ID | Di bawah kubah Masjid Imum Syafi'ie Jalan Lintas Nasional Banda Aceh-Medan (Jeunieb) yang megah, khutbah Jumat siang itu bergema dengan nuansa yang berbeda. Sang khatib, dengan suara teduh dan penuh hikmah, menyampaikan pesan yang menyentuh relung hati terdalam: faith (iman) adalah lentera yang menerangi jalan menuju virtue (kebajikan). Namun, iman yang tak bersandar pada knowledge (pengetahuan) bisa menjadi kompas yang salah arah.

Peringatan ini tidaklah baru, namun terasa begitu relevan dalam kehidupan modern yang penuh distraksi. Pesan ini juga senada dengan gagasan besar Imam Al-Ghazali, seorang Islamic scholar dan philosopher ternama dari abad pertengahan. Dalam berbagai magnum opus-nya seperti Ihya’ Ulum al-Din, beliau menekankan bahwa knowledge is the foundation of faith—ilmu adalah fondasi bagi iman yang kokoh dan tahan uji.

Tanpa ilmu, iman bisa menjadi empty belief—keyakinan kosong—yang rapuh, mudah tergelincir oleh keraguan, bahkan disalahgunakan oleh mereka yang memahami agama secara parsial dan tekstual tanpa konteks. Iman tanpa ilmu, dalam istilah lain, hanyalah kepercayaan buta.

Tingkatan Iman: Dari Pengakuan hingga Pemahaman

Dalam khutbah tersebut, sang khatib merinci bahwa iman memiliki beberapa tingkatan, sebuah spiritual hierarchy yang menggambarkan perjalanan rohani seorang Muslim menuju kedewasaan beragama.

  1. Iman Telanjang (bare faith) – Ini adalah tingkat paling dasar, yakni pengucapan dua kalimat syahadat. Sebuah verbal declaration atas keesaan Allah dan kenabian Muhammad. Namun, jika berhenti di sini, iman masih bersifat simbolik, belum menyentuh substansi.

  2. Pakaian Iman (clothing of faith) – Yakni takwa. God-consciousness ini adalah kesadaran penuh akan kehadiran Allah dalam setiap aspek hidup. Takwa adalah pelindung spiritual yang menjaga iman dari kerapuhan moral.

  3. Hiasan Iman (the adornment of faith) – Rasa malu, atau dalam konteks Islam disebut haya’. Bukan rasa malu yang bersifat sosial, melainkan moral shame yang muncul dari kesadaran bahwa Allah senantiasa mengawasi. Inilah akhlak batin yang mencegah manusia dari berbuat dosa, bahkan dalam sepi.

  4. Buah Iman (the fruit of faith) – Ilmu. Knowledge di sini bukan sekadar pengetahuan teknis, melainkan pemahaman menyeluruh tentang aqidah, syariat, dan tujuan penciptaan. Ilmu menjadi cahaya yang menuntun dan meluruskan arah perjalanan spiritual.

Khatib mengingatkan dengan tegas: jika satu saja dari lapisan ini runtuh, maka struktur iman keseluruhan akan terancam. Faith without knowledge is like a lamp without oil—ia tak mampu menyala, apalagi menerangi.

Iman sebagai Proses, Bukan Status

Iman bukanlah sesuatu yang statis. Ia adalah sebuah lifelong journey, perjalanan sepanjang hayat. Layaknya sebuah kotak kosong, iman perlu diisi dengan meaningful knowledge—pengetahuan yang bermakna dan kontekstual. Pengetahuan yang berlandaskan dalil, diperoleh dari sumber terpercaya, dan diamalkan secara konsisten.

Dalam konteks inilah, penting bagi umat Islam untuk terus belajar, menggali, dan memverifikasi ajaran agama. Di tengah information overload dan banjirnya konten keagamaan di media sosial, umat perlu memiliki critical thinking dan kemampuan literasi agama yang baik agar tidak terjebak dalam pemahaman yang dangkal atau bahkan menyimpang.

Lentera yang Tak Boleh Padam

Dari mimbar Jumat itu, kita disadarkan kembali bahwa iman adalah cahaya yang harus dijaga. Iman bukan hanya declaration of belief, melainkan proses pendalaman spiritual yang terus berkembang. Ia harus tumbuh seiring bertambahnya ilmu, tertanam kuat dalam hati, dan tercermin dalam perilaku.

Dengan iman yang tercerahkan oleh ilmu, kita akan lebih bijak dalam bersikap, lebih kuat dalam menghadapi ujian hidup, dan lebih dekat kepada Allah SWT. Inilah hakikat dari enlightened faith—iman yang tercerahkan.

Sebagaimana matahari menyinari bumi, demikian pula iman yang disinari ilmu akan menerangi kehidupan kita, membimbing langkah menuju ridha Ilahi.


Jeunieb, Bireuen,

13 Juni 2025

Juwaini Husen

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak